Kebijakan Publik dan Regulasi


Kebijakan Publik dan Regulasi
            Suatu keputusan politik yang dibuat oleh lembaga publik dimaknai sebagai kebijakan publik. Lembaga publik pembuat kebijakan tersebut merupakan suatu lembaga yang mendapatkan dana dari masyarakat (publik). Dana tersebut diperoleh melalui pemungutan uang dalam bentuk pajak, retribusi, dan lain sebagainya. Kebijakan publik ini sendiri dibedakan menjadi 4 jenis, antara lain:
1.      Kebijakan formal – Merupakan suatu kebijakan yang  bersifat tertulis dan disahkan agar dapat berfungsi. Kebijakan ini sendiri dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a.       Perundang-undangan: Merupakan upaya pembangunan sosial yang mencakup negara dan rakyat.  Pada dasarnya, perundang-undangan sendiri berperan sebagai penggerak yang bersifat  mendinamiskan, mengantisipasi, dan memberikan celah untuk inovasi. Perundang-undangan sendiri memiliki 2 pola, yaitu pola Anglo-Saxon, dimana keputusanyang ada merupakan keputusan legislative dan eksekutif; dan pola kontinental, yang terdiri atas pola makro, messo, dan mikro.
b.      Hukum: Merupakan suatu aturan yang bersifat untuk membatasi dan melarang tindakan-tindakan tertentu agar tercapainya ketertiban publik.
c.       Regulasi: Alokasi aset dan kekuasaan negara oleh pemerintah kepada pihak non-pemerintah, yang termasuk lembaga bisnis dan nirlaba. Regulasi sendiri memiliki 2 sifat yang berbeda, yaitu umum dan khusus. Regulasi umum merupakan pemberian izin kepada suatu organisasi bisnis atau kemasyarakatan untuk ikut bersama-sama membangun masyarakat bersama pemerintah; sedangkan regulasi khusus merupakan suatu regulasi yang berkaitan dengan 3 isu, antara lain:
1. Pengelolaan aset negara oleh lembaga bisnis
2. Infrastruktur publik atau utilitas yang dapat maupun tidak dapat  menghasilkan monopoli (duopoli maupun oligopoli).
3. Berkaitan dengan nomor 2, atau keberadaannya memerlukan monopoli (duopoli maupun oligopoli) yang alami.
Regulasi sediri dianjurkan untuk mendasarkan prinsip pada 4 isu, yaitu:
1. Berkenaan dengan hidup banyak orang.
2. Monopoli atau oligopoli yang bersifat alami.
3. Berdasarkan alokasi kekayaan negara.
4. Berkaitan dengan kekayaan negara.

2.      Kebijakan umum yang diterima bersama – kebijakan ini merupakan kebijakan yang biasanya ditumbuhkan dari kebiasaan atau kesepakatan umum. Jadi, seperti sebuah kebiasaan yang diikuti dan diterima oleh kalangan masyarakat namun tidak tercantum dalam sebuah peraturan atau bersifat konvensi. Contohnya seperti selamatan 17 Agustus.

3.      Pernyataan pejabat publik dalam forum publik – merupakan pernyataan pejabat publik di depan publik, sedangkan pejabat publik sendiri merupakan warganegara yang terhormat karena diberi kepercayaan untuk memimpin pengelolaasn negara. Pada intinya pernyataan yang disampaikan oleh pejabat publik harus dan selalu mewakili lembaga publik yang diwakili atau dipimpinnya. Oleh karena itu pejabat publik harus bijaksana dalam mengemukakan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan dari lembaga publik yang diwakilinya, dan mereka harus belajar untuk selalu memberikan pernyataan yang mencerminkan kehormatan yang diberikan kepada mereka. Pernyataan pejabat publik juga diletakkan sebagai bentuk dari kebijakan publik, dengan tujuan mencegah hal yang mencemarkan kehormatan bangsa dan negara.

4.      Perilaku pejabat – hal ini mulai dari gaya dan gesture dari seorang pejabat publik. Gaya dan gesture dari seorang pemimpin dapat diikuti oleh para bawahannya. Berdasarkan pernytaan tersebut, maka bagi pejabat publik harus lebih berhati-hati dengan gaya dan sikapnya, terutama di depan publik, karena dapat mempengaruhi kebijakan publik itu sendiri. Analogi sederhananya sebagai berikut orang tua mengajarkan pola hidup bersih dan sehat kepada anaknya, namun orang tua itu sendiri sering membuang sampah sembarangan, maka jangan harap anak yang diajarkan dapat mempunyai perilaku bersih dan sehat seperti yang diinginkan. Sama seperti seorang pejabat publik harus memiliki komitmen dalam membangun sebuah kebijakan publik dan tidak mencerminkan hal-hal yang menyimpang dari kebijakan publik itu sendiri.

Selanjutnya kebijakan publik memiliki bentuk lain, yaitu berupa kovensi, atau kesepakatan umum. Kebijakan ini bersifat tidak tertulis maupun disahkan, namun kebijakan ini tumbuh melalui proses manajemen dalam organisasi tersebut. Bentuk ketiga dari kebijakan publik adalah gerak gerik dan mimik bicara dari pejabat publik tersebut. Kebijakan ini sendiri masih belum diangkat di beberapa negara. Bentuk terakhir dari kebijakan publik sendiri adalah perilaku pejabat, baik dari gaya pimpinan, maupun kinerja.
Bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Sistem perundan-undangan yang dianut oleh Indonesia adalah sistem kontinenal. Sistem ini digunakan karena sebelumnya telah digunakan oleh Belanda pada era penjajahan. Bukti nyata dari penggunaan sistem ini dapat diilihat dari kebijakan perundangan, yaitu Undang-undang no. 12/2011 yang mengatur jenis dan herarki dari perundang-undangan sendiri, yaitu:
1.      UUDRI tahun 1945
2.      TAP MPR
3.      Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4.      Peraturan Pemerintah
5.      Peraturan Presiden
6.      Peraturan Daerah Propinsi
7.      Peraturan Daerah Kab./Kota

Kebijakan publik di Indonesia sendiri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      Bersifat makro (umum) yang mencakup UUD, TAP MPR, dan UU.
2.      Bersifat messo (menengah) yang mencakup PP dan Perpres.
3.  Bersifat mikro, kebijakan ini mengatur implementasi dari kebijakan diatasnya yang mencakup peraturan daerah.
            Semua pola tentu akan selalu memiliki sisi negatif atau konsekuensi yang ada. Salah satu konsekuensinya adalah setiap UU pada dasarnya merupakan bentuk makro yang bersifat tidak mendetail. Hal ini dikarenakan detail-detail dalam UU itu tersebut berada di Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk di Indonesia terdapat pemahaman bahwa kebijakan messo dan mikro mencakup peraturan-peraturan di tingkat kementerian. Pemahaman makro, messo, dan mikro di Indonesia dikenal sejak tahun 1960-an, yang dikenak dengan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 jo TAP MPR No. V/MPR/1973, yang di mana setiap kebijakan Undang-Undang perlu dijabarkan menjadi Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri sebelum kemudian dilaksanakan di setiap daerah.


Komentar

Postingan Populer