Politik dan Kebijakan Komunikasi

Politik dan Kebijakan Komunikasi
Setiap kebijakan pasti akan selalu memiliki peran tertentu dalam aspek kehidupan kita. Seperti adanya kebijakan komuniasi yang bertujuan untuk melancarkan sub-sistem dalam komunikasi itu sendiri. Selain itu, kita perlu mengetahui apakah tujuan dari kebijakan komunikasi secara sosiologis, yaitu untuk menjadikan dinamika komunikasi dalam masyarakat tidak bersifat merugikan kepada penggunanya. Tidak bersifat merugikan disini berarti bahwa komunikasi yang terjalin antara pihak yang terlibat tidak bersifat menyerang ataupun memicu adanya permasalahan. Selain itu, tujuan keduanya adalah untuk memperlancar berjalannya sistem komunikasi. Hal yang mendasari tujuan kedua ini adalah karena terjadi ketidak lancaran dalam  hubungan antara subsistem yang ada.
Kebijakan komunikasi sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain Undang-undang, Peraturan Pemerintahan, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Surat Keputusan Mentri, dan Peraturan Daerah. Kebijakan-kebijakan ini memiliki pemberlakuan yang berbeda-beda dalam penerapannya. Memiliki perbedaan, namun tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meminimaisir kerugian dalam dinamika komunikasi di masyarakat.
Lalu bagaimana dengan sistem politik yang berlaku dalam masyarakat? Bagaimana relevansi diantara Kebijakan, komunikasi, dan dengan sistem politik yang ada? Kedua hal ini yaitu sistem politik dan kebijakan komunikasi memiliki hubungan. Dalam relevansi tersebut dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu kebijakan, komunikasi dan politik. Ketiga aspek tersebut digambarkan saling berhubungan satu sama lain, dan memiliki keterikatan satu sama lain. Di negara Indonesia, terdapat beberapa kebijakan tentang komunikasi, dan berhubungan dengan sistem politik yang ada di Indonesia. Sistem politik yang ada di Indonesia. Indonesia merupakan sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi, sehingga kepentingan publik merupakan prioritas bangsa ini. Untuk mengetahui kebutuhan publik, banyak hal yang harus dilakukan, salah satunya adalah mendengarkan aspirasi mereka. Untuk menyampaikan aspirasi mereka, publik menggunakan berbagai sarana dan prasarana. Salah satunya adalah dengan cara melakukan demonstrasi. Melalui demonstrasi, publik mencurahkan aspirasi mereka. Untuk itu, dibuatlah kebijakan-kebijakan yang menjamin kebebasan berpendapat, sehingga publik dapat menyuarakan aspirasi-aspirasi mereka tanpa adanya intervensi ataupun intimidasi dari pihak manapun. Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat untuk melindungi hak publik, yaitu kebebasan untuk berpendapat. Namun dalam beberapa kasus, kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu dapat mempengaruhi kebijakan komunikasi yang sudah ada, maupun yang baru akan dibuat. Hal itu bisa saja terjadi, karena para aktor-aktor politik tersebut menempati posisi-posisi elit di pemerintahan, sehingga mereka dapat mempengaruhi kebijakan yang sudah ada maupun kebijakan yang baru akan dibuat. 

Pada dasarnya ilmu komunikasi sendiri memiliki banyak perspektif yang dapat dikaji melalui analisis sosial atau melalui analisis kultural. Analisis sosial sendiri dapat dikatakan sebagai analisis politik, dimana perspektif politik sendiri memiliki relevansi dengan adanya kekuasaan. Salah satu tokoh dari perspektif ini adalah John Locke, yang memiliki perspektif bahwa pemberian kekuasaan juga kedaulatan dari masyarakat kepada negara ataupun raja dapat menimbulkan adanya eksistensi dan kedaulatan kepada mereka. Perspektif yang dituliskan oleh Locke ini sendiri memiliki makna bahwa negara berperan besar dalam melindungi hak dan juga membela warga demi kepentingan warga, tanpa adanya embel-embel di luar hal tersebut.
Hal ini cukup berbeda dengan perspektif Karl Marx, yang melihat bahwa negara memiliki sifat keberpihakan terhadap kaum dominan dalam suatu negara. Hal ini dikarenakan negara lebih berpihak, membela, dan merupakan instrument bagi kelas kapitalis. Negara sendiri kemudian menjadi alat bagi kelas ini untuk mengeksploitasi kaum buruh, maupun mereka yang tidak mendominasi. Antara negara dengan masyarakat memiliki hubungan yang saling berpengaruh, antara lain:
1. Negara bersifat netral terhadap kepentingan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak memiliki posisi sekuat masyarakat sendiri.
2. Masyarakat dan negara merupakan suatu kesatuan yang totalitas dan integral, dimana tidak terjadi adanya dualisme disini.
3. Negara bersifat otonom atas masyarkat, sehingga masyarakat tidak dapat terlibat dalam mengambil tindakan.
4. Negara berada di posisi dominasi dalam mengambil suatu keputusan politik, disini memungkinkan bagi negara untuk mengalami pertumbuhan yang alineatif.
5. Pertumbuhan alineatif ini kemudian dapat mengakibatkan kekuasaan penuh terhadap kelas dominan untuk memanfaatkan negara sebagai alat, dan menjadikan kelas buruh menjadi alineatif.
Komunikasi politik pada saat ini sudah bukan lagi cara pemerintah dalam menyampaikan informasi politik kepada masyarakat dan sebaliknya, namun bertujuan untuk melibatkan media massa dalam membantu pemerintah dan masyarakat untuk menyampaikan informasi. Keterlibatan dari media sendiri diharapkan dapat membatu proses penyampaian pesan ini dengan baik. Suatu kebijakan komunikasi yang telah dibuat oleh pemerintah akan menjadi lebih efektif apabila disampaikan kepada masyarakat. Diharapkan kebijakan ini dapat dibedah, dianalisis dan membuat suatu kesimpulan dari kebijakan ini. Untuk mengalisa suatu kebijakan komunikasi sendiri, Cochran & Malone memberikan cara untuk menganalisanya, yaitu:
1. Normative Analysis
2. Positive Policy Analysis
Dalam kebijakan komunikasi, terdapat 3 bagian penting, yang dikenal sebagai konteks, domain, dan paradigma.Domain sendiri merupakan nilai dari kebijakan yang dibuat tersebut, dan paradigma merupakan tujuan dari diciptakan kebijakan tersebut. Dalam membuat kebijakan, terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Tujuan dari dibuatnya kebijakan tersebut.
2. Kebijan tersebut memuat tindakan pejabat pemerintah.
3. Memperlihatkan hasil dari pekerjaan pemerintah. Peran pemerintah pada poin ini adalah sebagai fasilitator, dimana kebijakan atau regulasi yang dibuat sendiri pada dasarnya merupakan permintaan dari masyarakat, yang kemudian diolah dan dibuat menjadi suatu kebijakan.
4. Perlu diperhatikan maksud dari kebijakan tersebut, apakah bersifat positif atau negatif. Kebijakan yang bersifat positif adalah kebijakan yang memiliki tujuan untuk menjawab persoalan-persoalan yang dimiliki oleh masyarakat, sedangkan kebijakan yang bersifat negatif bertujuan untuk membatasi, atau melarang masyarakat dalam melakukan suatu tindakan.
5. Kebijakan memiliki sifat untuk memaksa, yang berarti bahwa kebijakan ini harus dipatuhi oleh masyarakat.

Komentar

Postingan Populer